BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003,
tentang pendidikan nasional (Undang-undang Sisdiknas), yang mengemukakan bahwa
pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
diharapkan dapat mengembangkan potensi masyarakat, mampu menumbuhkan kemauan
serta membangkitkan nafsu generasi bangsa untuk menggali berbagai potensi, dan
mengembangkannya secara optimal begi kepentingan pembangunan masyarakat secara
utuh dan menyeluruh.
Akhir-akhir ini masalah pendidikan
selalu saja menjadi perbincangan yang menarik, berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia yang semakin hari
semakin terpuruk. Masalah pendidikan yang kini sedang dihadapi di Indonesia
tidak akan pernah bisa terselesaikan jika tidak adanya peran serta masyarakat,
seperti guru dan lembaga pencetak tenaga kependidikan. Guru adalah sebuah profesi
yang bisa dikatakan sangat mulia. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya
mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya tanpa kenal lelah demi
mencapai sebuah tujuan yaitu mencerdaskan semua peserta didiknya. Dapat
dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya. Bangsa dan
negara ini akan akan teringgal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang makin lama tidak terbendung lagi perkembangannya.
Dalam dunia pendidikan, peran
dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru
merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan
formal maupun informal. Oleh karena itu, dalam setiap upaya peningkatan
kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang
berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. Filosofis sosial budaya dalam
pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian
rupa sehingga guru di Indonesia mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi.
Mereka dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu
mentransformasikan knowlegge, values, dan
skills, tetapi sekaligus sebagai
penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, guru dianggap sebagai orang
tua kedua, setelah orang tua kandung anak didik tersebut dalam proses
pendidikan secara global.
Seorang guru harus mengetahui
bagaimana dia bersikap yang baik terhadap profesinya, dan bagaimana seharusnya
sikap profesi itu dikembangkan sehingga mutu pelayanan setiap anggota kepada
masyarakat makin lama makin meningkat. Oleh sebab itu dalam makalah ini akan
membahas lebih lanjut mengenai sikap, sasaran penyikapan, dan pengembangan
profesional keguruan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah
pengertian dari sikap profesional keguruan
?
1.2.2
Apa
sajakah sasaran sikap profesional keguruan?
1.2.3
Bagaimanakah
pengembangan sikap profesional keguruan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.3.1
Untuk
mengetahui pengertian dari sikap profesional keguruan.
1.3.2
Untuk
mengetahui sasaran penyikapan dari profesional keguruan.
1.3.3
Untuk
mengetahui pengembangan sikap profesional keguruan.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Manfaat penulisan makalah ini bagi penulis adalah menambah
pengetahuan penulis mengenai sikap, sasaran penyikapan, dan pengembangan
profesional keguruan sebagai upaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru dan
kompetensi yang dimiliki oleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi.
1.4.2 Bagi Pembaca
Manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca
adalah dapat mengetahui sikap, sasaran penyikapan, dan pengembangan profesional
keguruan sebagai upaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru dan kompetensi
yang dimiliki oleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Guru
Menurut definisi yang dikenal
sehari-hari, guru merupakan orang yang harus ditiru, dalam arti orang yang
memiliki kharisma atau wibawa sehingga perlu untuk ditiru atau diteladani. Mengutip
pendapat Laurence D.Hazkew dan Jonathan C. MC Lendon dalam bukunya This is Teaching (halaman 10) Guru
adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam menata dan mengelola kelas.
Sedangkan menurut Jean D Grambs dan C Morris Mc Clare dalam Foundation of Teaching , An Introduction to
Modern Education (halaman 141) guru adalah mereka yang secara sadar
mengarahkan pengalaman dan tingkah laku dari seorang individu hingga dapat
terjadi pendidikan. Jadi, guru adalah orang dewasa yang secara sadar
bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang
yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang pembelajaran
serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada
akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses
pendidikan. Dalam kaitannya sebagai sebuah profesi, guru adalah profesi yang
mempersiapkan sumber daya manusia untuk menyongsong pembangunan bangsa dalam
mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya
mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya.
2.2 Hakikat Profesi Guru
Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih
atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan
(vocational), yang kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga
hal: keahlian, komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama
sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga
profesionalyang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan
dan/atau keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging
profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai
oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris,
farmakologi, dan arsitektur.
Untuk seorang guru perlu
mengetahui dan menerapkan beberapa prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional, yaitu:
1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian
peserta didik terhadap mata pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan
berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
2. Guru harus dapat membangkitkan minat
peserta didik untuk aktif berpikir serta mencari dan menemukan pengetahuan.
3. Guru harus dapat membuat urutan dalam
pemberian pelajaran dan menyesuaikannya dengan usia dan tahapan tugas
perkembangan peserta didik.
4. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang
akan diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa.
5. Guru harus dapat menjelaskan unit
pembelajaran secara berulang-ulang sehingga tanggapan siswa menjadi jelas.
6. Guru wajib memperhatikan dan memikirkan
korelasi antara mata pelajaran dan praktik nyata dalam kehdupan sehari-hari.
7. Guru harus dapat menjaga konsentrasi
belajar siswa dengan cara memberi kesempatan berupa pengalaman secara langsung,
mengamati dan menyimpulkan pengetahuan yang didapat.
8. Guru harus mengembangkan sikap peserta
didik dalam membina hubungan sosial baik di dalam maupun di luar kelas.
9. Guru harus menyelidiki dan mendalami
perbedaan peserta didik agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya.
2.3 Kompetensi
Guru
Keprofesionalan guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah
berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum dan
perkembangan manusia termasuk gaya belajar (Kariman, 2002). Menurut Charles (1994 dalam Mulyasa, 2007: 25) kompetensi adalah
perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan. Sarimaya (2008: 17) memaknai kompetensi guru sebagai
kebulatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang bewujud tindakan cerdas dan
penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.
Sedangkan menurut Broke and Stone dalam Mulyasa (2007: 25) kompetensi guru
sebagai; descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be
entirely meaningful (kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang
hakekat perilaku guru yang penuh arti).
Dari pendapat tersebut di atas, maka jelas
suatu kompetensi harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan apresiasi.
Artinya, tanpa pengetahuan dan sikap tidak mungkin muncul suatu kompetensi
tertentu. Sehingga kompetensi guru dapat dianggap kompeten jika memiliki
kemampuan, pengetahuan dan sikap yang mampu mendatangkan apresiasi bagi guru.
Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi professional akan
menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar di mana
guru hanya berbicara dan murid mendengarkan.
Suparno (2003: 47-53)
menjabarkan tiga kompetensi guru yang harus dimiliki dan selalu dikembangkan
oleh guru agar dapat melakukan tugas dan tanggungjawabnya dengan maksimal. Tiga
kompetensi tersebut, ialah; a) Kemampuan Kepribadian. b) Kemampuan Bidang
Studi. c) Kemampuan dalam Pembelajaran dan Pendidikan.
a.
Kemampuan Kepribadian.
Kemampuan ini lebih
menyangkut jati diri guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka
dan terus belajar untuk maju. Untuk itu hal hal yang mesti ditekankan kepada
guru ialah beriman dan bermoral, aktualisasi diri yang tinggi sebagai bentuk
tanggung jawab, berdisiplin serta mau terus mengembangkan pengetahuan yang
dimilikinya.
b.
Kemampuan Bidang Studi.
Kemampuan ini memuat
pemahaman akan karakteristik dan isi bahan ajar, menguasai konsep, mengenal metodologi
ilmu, memahami konteks ilmu yang diajarkan dan kaitanya ilmu tersebut dengan
ilmu lain serta dengan masyarakat. Untuk itu guru dituntut untuk: menguasai
bahan yang menjadi tugasnya, memahami metode ilmu tersebut bekerja dan memahami
konteks ilmu tersebut dengan kondisi kekinian.
c.
Kompetensi dalam Pembelajaran dan Pendidikan.
Kemampuan ini memuat
pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembanganya, mengerti konsep
pendidikan, menguasai metode pengajaran, serta menguasai evaluasi sehingga
mampu meningkatkan kemampuan siswa. Untuk kompeten dalam hal itu, guru mesti
mengenal peserta didik, menguasai teori tentang pendidikan dan menguasai
bermacam macam model pembelajaran serta teknik evaliasi pembelajaran.
Sedangkan menurut Undang Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen,
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
tugas keprofesionalan. Dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, diterbitkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan
bahwa Standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi
utama, yaitu:
A.
Kompetensi Pribadi
Berdasarkan
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk Tuhan, ia wajib
menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada peserta didik secara benar
dan bertanggung jawab. Ia
harus memiliki pengetahuan penunjang tentang kondisi fisiologis, psikologis,
dan pedagogies dari para peserta didik yang dihadapinya. Beberapa kompetensi
pribadi yang semestinya ada pada seorang guru yaitu
a. Mengembangkan Kepribadian‚
1) Bertaqwa kepada Allah SWT
2) Berperan akkif dalam masyarakat
3) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru
b. Berinteraksi dan Berkomunikasi
1) Berinteraksi dengan rekan sejawat demi pengembangan kemampuan profesional
2) Berinteraksi dengan masyarakat sebagai pengemban misi pendidikan
c. Melaksanakan Bimbingan dan Penyuluhan
1) Membimbing siswa yang mengalami kesulitan
belajar
2) Membimbing murid yang berkelainan dan berbakat khusus
d. Melaksanakan Administrasi Sekolah
1) Mengenal administrasi kegiatan sekolah
2) Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah
e. Melaksanakan penelitian Sederhana Untuk Keperluan Pengajaran‚
1) Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah
2) Melaksanakan penelitian sederhana
.
B.
Kompetensi Sosial
Berdasarkan kodrat
manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk etis, ia harus dapat memperlakukan
peserta didiknya secara wajar dan bertujuan agar tercapai optimalisasi potensi
pada diri masing-masing peserta didik. Ia harus memahami dan menerapkan prinsip belajar humanistik yang
beranggapan bahwa keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan yang ada pada
diri peserta didik tersebut. Instruktur hanya bertugas melayani mereka sesuai
kebutuhan mereka masing-masing.
Kompetensi sosial yang dimiliki seorang guru adalah menyangkut kemampuan
berkomunikasi dengan peserta didik dan lingkungan mereka (seperti orang tua,
tetangga dan teman).
C.
Kompetensi Profesional Mengajar
Berdasarkan
peran guru sebagai pengelola proses pembelajaran, harus memiliki kemampuan :
d.
Merencanakan sistem
pembelajaran
-
Merumuskan tujuan
-
Memilih
prioritas materi yang akan diajarkan
-
Memilih dan menggunakan metode
-
Memilih
dan menggunakan sumber belajar yang ada
-
Memilih dang menggunakan media
pembelajaran
e.
Melaksanakan system
pembelajaran
-
Memilih
bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat
-
Menyajikan urutan pembelajaran
secara tepat
f.
Mengevaluasi system
pembelajaran
-
Memilih dan menyusun jenis
evaluasi
-
Melaksanakan kegiatan evaluasi
sepanjang proses
-
Mengadministrasikan hasil
evaluasi
g.
Mengembangkan system pembelajaran
-
Mengoptimalisasikan potensi
peserta didik
-
Meningkatkan wawasan kemampuan
diri sendiri
-
Mengembangkan program
pembelajaran lebih lanjut
D.
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi
pedagogik yaitu berupa kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, tentunya
kompetensi ini tidak bisa diperoleh calon guru sebagai tenaga pendidik di
perguruan tinggi, yang memberikan ilmu murni. Sehingga jelas sekali akan lebih
baik jika guru sebagai pedidik merupakan lulusan dari perguruan tinggi yang
merupakan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), karena calon guru dari
awal sudah diberikan materi mengenai cara-cara mendidik peserta didik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi guru
professional yang memiliki akuntabilitas dalam melaksanakan keempat kompetensi
tersebut, dibutuhkan keinginan yang kuat dari dalam diri calon guru ataupun
guru untuk mewujudkannya.
2.4 Profesi Keguruan
Profesi keguruan mempunyai dimensi yang sangat luas dan
dalam, mulai dari pemahaman secara mendalam tentang wawasan yang mendasari
pergaulan pendidikan antara guru-murid., penguasaan materi ajar sampai kepada
pemahaman tentang latar keadaan (setting)
di mana atau dalam lingkungan apa tindakan pendidikan itu harus dilakukan. Dengan kata lain seorang guru profesional
harus secara tepat menggunakan pertimbangan profesional (professional judgement) dalam bertindak dan menjawab tantangan
masalah yang dihadapi dalam tugasnya. Ketepatan ini sangat penting karena
situasi pendidikan itu bersifat einmaiig,
tidak dapat terulang lagi secara persis, jadi hanya berlangsung sekali saja.
Jika respon yang diberikan guru keliru, maka ia akan kehilangan waktu yang
sangat berharga dalam proses pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
BAB III
PEMBAHSAN
3.1 Pengertian Sikap Profesional Keguruan
Guru sebagai pendidik profesional
mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada
masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat
sekelilingnya. Bagaimana guru meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan
dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara
serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat
sering menjadi perhatian masyarakat luas. Pada bagian ini yang dibahas adalah
khusus perilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Pola tingkah laku guru
yang berhubungan dengan sikap kemampuan dan sikap prefesionalnya akan
dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni sikap profesional keguruan
terhadap: (1) Peraturan Perundang-undangan, (2) Organisasi Profesi, (3) Teman
Sejawat, (4) Anak Didik, (5) Tempat Kerja, (6) Pemimpin, dan (7) Pekerjaan.
3.2 Sasaran Sikap Profesional
3.2.1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir sembilan Kode Etik Guru
Indonesia disebutkan bahwa: “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan” (PGRI, 1973). Dalam rangka pembangunan di bidang
pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang
akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan
gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar, peningkatan mutu
pendidikan, pembinaan generasi muda, dan lain-lain.
Kebijaksanaan pemerintah biasanya
dituangkan ke dalam ketentuan pemerintah yang selanjutnya dijabarkan ke dalam
program-program umum pendidikan. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan, baik yang dikeluarkan
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun
departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita. Sebagai
contoh, peraturan tentang pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan
(SPP), ketentuan dalam penerimaan siswa baru, penyelenggaraan evaluasi belajar
tahap akhir (EBTA), dan lain sebagainya.
Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut. Dengan
demikian, setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam menjalankan tugas pengabdiannya agar tidak
mendapat pengaruh negatif dari luar yang ingin memaksakan idenya memalui dunia
pendidikan.
3.2.2.
Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan betapa besarnya peranan organisasi profesi sebagai
wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan
pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil sebagai wadah usaha untuk
membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut
sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan
kewajiban para anggotanya. Guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem dan
terdapat hubungan timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik
dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak. Kewajiban membina
organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya.
Pejabat-pejabat dalam organisasi adalah wakil-wakil yang mengkomunikasikan
segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Setiap anggota
profesi, baik sebagai pengurus ataupun anggota biasa, wajib berpartisipasi guna
memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka
mewujudkan cita-cita organisasi.
Dalam dasar keenam Kode Etik ini dengan
gamblang dituliskan, bahwa Guru secara
pribadi dan bersama-sama, mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota
profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu
sendiri. Untuk meningkatkan mutu profesi keguruan, dapat dilakukan dengan
berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan
lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan
akademik lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi dapat juga dilakukan setelah
yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam
melaksanakan jabatan.
Usaha peningkatan dan pengembangan mutu
profesi dapat dilakukan secara perseorangan maupun bersama-sama. Secara
perseorangan dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal.
Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan melalui
berbagai kursus, sekolah, maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain
yang berhubungan dengan bidang profesinya. Di samping itu, secara informal guru
juga bisa meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari media
masa atau dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat juga dilakukan secara berkelompok yang
dapat berupa penataran, lokakarya, seminar, simposium, atau bahkan kuliah di
suatu lembaga yang diatur secara tersendiri. Misalnya, program penyetaraan D-II
guru-guru sekolah dasar, dan program penyetaraan D-III guru-guru SMP, adalah
contoh-contoh kegiatan berkelompok yang diatur tersendiri.
3.2.3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam Kode Etik Guru ayat 7 disebutkan bahwa “Guru
memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial” Ini berarti bahwa: (1)Guru hendaknya mampu menciptakan dan memelihara
hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara
semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan
kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru
Indonesia menunjukan betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan
dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota
profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni
hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam
rangka melakukan tugas kedinasan.Sedangkan hubungan kekeluargaan ialah
hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun
dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjung tercapaianya keberhasilan
anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
- Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Berhasil tidaknya suatu sekolah membawa misinya akan
banyak bergantung kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar setiap personel sekolah dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, mutlak harus adanya hubungan yang baik dan
harmonis di antara sesama personel di sekolah tersebut. Termasuk orang tua
murid dan masyarakat sekitar. Sikap profesional yang perlu ditumbuhkan oleh
guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling
pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah bekembang, akan tumbuh rasa
senasib sapenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak
mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain
(Hermawan, 1979). Dalam pergaulan, akan terdapat perbedaan-perbedaan pikiran,
perasaan, kemauan, sikap, watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian
hubungan tersebut dapat berjalan lancar, tenteram, dan harmonis, jika di antara
mereka tumbuh sikap saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengan
lainnya. Oleh sebab itu, perlu kelapangan hati untuk memaafkan dan memupuk
suasana kekeluargaan yang akrab antara sesama guru dan aparatur di sekolah.
- Hubungan Guru Berdasarkan
Lingkungan Keseluruhan
Kita ambil contoh profesi kedokteran, maka dalam
sumpah dokter yang diucapkan pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain
terdapat kalimat yang menyatakan bahwa setiap dokter akan memperlakukan teman
sejawatnya sebagai saudara kandung dimana wajib membantu dalam kesukaran,
saling mendorong kemajuan dalam bidang profesinya, dan saling menghormati hasil-hasil karyanya dan saling
memberitahukan penemuan-penemuan baru untuk meningkatkan profilnya. Sebagai
saudara, berkewajiban saling mengoreksi dan saling menegur, jika terhadap
kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan profinya. Meskipun dalam praktiknya
besar kemungkinan tidak semua anggota profesi dokter itu melaksanakan apa yang
di ucapkan dalam sumpahnya, tetapi setidak-tidaknya sudah ada norma-norma yang
mengatur dan mengawasi penampilan profesi itu. Dalam hal ini kita harus
mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan
pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagi kita
masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan
guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi
kedokteran. Uraian ini dimasudkan sebagian perbandingan untuk dijadikan bahan
dalam meningkatkan hubungan guru sebagai anggota profesi keguruan dalam
hubungan keseluruhan.
3.2.4. Sikap Terhadap Anak Didik
Sangat jelas dijelaskan dalam Kode Etik Guru
Indonesia bahwa “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Tujuan pendidikan Nasional yang
tercantum dalam UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu membentuk
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip lainnya adalah
membimbing peserta didik, bukan mengajar atau mendidik saja. Pengertian
membimbing yang diungkapakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya.
Tiga kalimat yang terkenal dari system ini yaitu ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Kalimat-kalimat tersebut
memiliki arti bahwa pendidikan harus memberikan contoh, memberikan pengaruh dan
dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
Tut wuri mengandung arti membiarkan peserta didik menuruti
bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani
berarti guru mempengaruhi peserta didik,dalam arti membimbing atau
mengajarinya. Dengan ini, membimbing berarti bersikap menentukan ke arah
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah
mendikte peserta didik apalagi menuruti kehendak pendidik. Sekarang motto tut
wuri handayani merupakan motto dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
RI. Prinsip manusia seutuhnya memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat,
utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi memiliki
moral yang tinggi juga. Seorang guru dalam mendidik anak didik hendaknya tidak
hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga
harus memperhatikan perekembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani,
rohani, sosial maupun yang lain sesuai dengan hakikat pendidikan.
3.2.5.
Sikap Terhadap Tempat Kerja
Untuk menciptakan suasana kerja yang baik, ada dua
hal yang harus diperhatikan yaitu (a) guru itu sendiri, (b) hubungan guru
dengan orang tua murid dan masyarakat sekitar. Terhadap guru itu sendiri sudah
dituliskan dalam salah satu Kode Etik yang berbunyi : “Guru menciptakan suasana
sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”.
Oleh sebab itu, guru harus aktif
mengusahakan suasana yang baik dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai, maupun dengan
penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang
mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan. Suasana yang harmonis di
sekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat di dalamnya, tidak
menjalin hubungan yang baik di antara sesamanya. Penciptaan suasana kerja
menantang harus di lengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang
tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan
rasa tanggung jawab bersama terhadap
pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, di mana peserta didik berada di
sekolah dan diawasi oleh guru-guru. Sebagian besar waktu justru digunakan
peserta didik di rumah dan di masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, amatlah beralasan
orang tua dan masyarakat bertanggung jawab
terhadap pendidikan mereka. Agar pendidikan di luar ini terjalani dengan
baik dengan apa yang di lakukan oleh guru di sekolah di perlukan kerja sama
yang baik antara guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.
Dalam menjalani kerjasama
dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil prakarsa, misalnya
dengan cara mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, mengadakan
kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan
persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam membantu meringankan permasalahan
sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang
kegiatan sekolah. Keharusan guru membina hubungan orang tua dan masyarakat
sekitarnya ini merupakan isi dari butir ke lima kode etik guru Indonesia
3.2.6. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah
seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih
besar (Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan), guru akan selalu berada dalam
bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata
kepemimpinan mulai dari pengurus cabang,
daerah sampai ke pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Depdikbud,
ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya
sampai ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sudah jelas bahwa pemimpin suatu
unit atau organisasi akan mempunyai kebijakan dan arahan dalam memimpin
organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk
bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja
sama yang dituntut pemimpin tersebut diberikan berupa tuntutan akan kepatuhan
dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan kepada mereka. Kerja sama
juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan kritik yang membangun demi
pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama demi kemajuan organisasi. Dapat
disimpulkan bahwa setiap guru harus bersikap positif terhapap pemimpin dalam
pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati,
baik di sekolah maupun di luar sekolah.
3.2.7. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak
didik, yang secara alami memiliki persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang
yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama
bila menghadapi peserta didik yang masih kecil. Bila seseorang telah memilih
untuk memasuki profesi keguruan, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti
itu. Guru harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan
baik pemakai jasa yang membutuhkannya. Guru selalu dituntut secara
terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan mutu
layanannya agar dapat memberikan layanan yang memuaskan layanan masyarakat,
dimana keinginan dan permintaan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi.
3.3 Pengembangan Sikap Profesional
Seperti telah diungkapkan, bahwa dalam
rangka meningkatkan dan mengembangkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu
layanan, guru juga harus meningkatkan sikap profesionalnya. Pengembangan sikap
professional ini dapat dilakukan, baik semasih dalam pendidikan prajabatan
maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
3.3.1 Pengembangan Sikap Selama Pendidikan
Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru
dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan
dalam pekerjaannnya nanti. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan
aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap professional dirancang
dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering
juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang
diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk
sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena
belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan
aturan dan prosedur yang telah ditentukan.
3.3.2 Pengembangan Sikap
Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak
berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak
usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan
dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebutkan, peningkatan
ini dapat dilakukan secara formal melalui kegiatan mengikuti seminar,
penataran, lokakarya, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal, dapat
melalui media masa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi
lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan,
sekaligus juga dapat meningkatkan sikap professional keguruan.
3.4 tugas guru
Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk
pengabdian. Tugas tersebut meliputi :
A.
Tugas guru sebagai profesi
meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan
mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
B. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah
memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati
dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru
hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku
kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu
bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah
bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran
dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan
seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari
potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat
bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.
C. Tugas guru dalam bidang masyarakat merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut
mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara
lewat UUD 1945 dan GBHN.
Ada tujuh
komponen yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai
guru yang profesional, yaitu :
a.
Guru sebagai sumber
belajar; Peran guru sebagai sumber belajar
berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru
yang profesional manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik,
sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya.
Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkannya,
ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar, guru
harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswanya.
Guru harus mampu menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa
yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa lainnya.Guru
harus mampu melalukan pemetaan materi pelajaran, misalnya dengan menentukan
materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan,
dan mana materi yang diingat kembali karena pernah di bahas.
b.
Guru sebagai fasilitator; Sebagai fasilitator guru guru berperan dalam memberikan pelayanan
untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat
melaksanakan peran sebagai fasilitator, ada beberapa hal yang harus dipahami
guru. Pertama, guru perlu memahami bebagai jenis media dan
sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman terhadap
media penting, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua
bahan pelajaran. Kedua, guru perlu mempunyai ketrampilan dalam
merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan merancang
media yang cocok akan memudahkan proses pembelajaran, yang pada gilirannya
tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Ketiga, guru
dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat
memanfaatkan sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi.
Perkembangan tehnolgi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti
perkembangan teknologi mutakhir. Melalui teknologi informasi memungkinkan
setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok. Keempat,
sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi
dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi
secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat
meningkatkan motivasi belajar mereka.
c.
Guru Sebagai pengelola; Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru
berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar
secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas
agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai
menager guru memiliki empat fungsi umum. Pertama, merencanakan
tujuan belajar. Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi
seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya
memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus,
menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan
sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru berusaha menjembatani jurang
dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini
menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif. Kedua, mengorganisasikan
berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar. Fungsi
pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan
pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam
rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran yang telah direncanakan. Ketiga
memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. Fungsi
memimpin adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas
memimpin adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi siswa
sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keempat
mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum
dalam rangka pencapaiaan tujuan. Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan
peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam
batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan pengawasan yang
terstruktur, walaupun proses tersebut sangat kompleks.
d.
Guru sebagai
demonstrator; Peran guru sebagai demonstrator
adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang
dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai
demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji dalam setiap
aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat diteladani siswa. Kedua,
sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap
materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.
e.
Guru sebagai pembimbing; Seorang guru dan siswa seperti halnya petani dengan tanamannya.
Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat tumbuh dengan menarik
batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi
untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang
petani adalah menjaga agar tanamannya itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena
hama dan penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak
tumbuh dengan sehat, hingga tanaman menghasilkan buah. Demikian juga
halnya seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi " ini"
atau jadi " itu". Siswa akan tumbuh dan berkembang
sesuai dengan kemampuannya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan
membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru
dapat berperan sebagai pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama,
guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami
tentang gaya dan kebiasaa belajarnya, memahami potensi dan bakatnya. Kedua,
guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan
dan kompetensi yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses
bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik, manakala sebelumnya guru
merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain
sebagainya.
f.
Guru sebagai motivator; Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis
yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan
disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi
untuk belajar. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal,
guru dituntut kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.
Beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar
adalah sebagai berikut : (1) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai, (2)
membangkitkan minat siswa, (3) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,
(4) Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa, (5) Memberikan
penilaian yang positif, (6) Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan
(7) menciptakan persaingan dan kerjasama.
g.
Guru sebagai evaluator; Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi
tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau
angka-angka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa
dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan
siswa memegang peranan penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan
apakah siswa yang diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan,
sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah
sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu
diberikan remedial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan
melakukan "tes", artinya guru telah melakukan
evaluasi manakala ia telah melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab
evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada
sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk menentukan makna tersebut. Kelemahan yang sering terjadi dengan
pelaksanaan eveluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa
terbatas hanya pada hasil tes yang dilakukan secara tertulis. Akibatnya sasaran
pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang
biasa keluar dalam tes. Oleh karena itu evaluasi semestinya juga dilakukan
terhadap proses pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap
proses pembelajaran pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual
secara nyata
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari pemaparan tentang sikap, sasaran
penyikapan, dan pengembangan profesional keguruan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Sikap profesional keguruan adalah pola tingkah
laku yang berhubungan dengan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya sesuai
dengan sasaran penyikapan profesional.
2. Sasaran penyikapan
profesional keguruan, yakni sikap profesional keguruan terhadap peraturan
perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat
kerja, pemimpin, dan pekerjaan.
3. Pengembangan sikap
profesional dapat dilakukan baik semasih dalam pendidikan prajabatan maupun
setelah bertugas (dalam jabatan).
3.2
Saran
3.2.1
Sebagai
profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan secara terus-menerus agar selanjutnya guru tetap menjadi panutan
bagi masyarakat luas.
3.2.2
Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan
perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan
dimuktahirkan. Dalam bersikap hendaknya guru selalu mengadakan pembaharuan
sesuai dengan tuntutan tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Penerangan Republik Indonesia.
1974. Undang-Undang
Republik Indonesia
No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Jakarta: Departemen Penerangan Republik
Indonesia
Hermawan S, R. 1979. Etika
Keguruan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta : PT. Margi Wahyu.
Jean D Grambs dan C Morris Mc Clare
dalam Foundation of Teaching , An
Introduction to Modern Education (halaman 141).
Laurence D.Hazkew dan Jonathan C. MC
Lendon dalam This is Teaching (halaman
10).
Ornstein, Allan C., dan Levine,
Daniel U., 1984. An Introduction to the
Foundations of Education. Third
Edition. Boston
: Houghton Mifflin Company.
PGRI. 1973. Buku Kenang-kenangan
Konggres PGRI XIII 21 s.d 25 November 1973 dan Hut PGRI XXIII. Jakarta: PGRI.
Prof. Dr.
H. Hamzah B. Uno, M.Pd. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta : Bumi Aksara.
Prof.
Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M.Sc. 2000. Profesi Keguruan. Jakarta:Rineka
Cipta.
Undang-Undang
Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 2 Tahun 1989 dan Peraturan
Pelaksanaannya). 1991 Jakarta : Sinar Grafika.