Senin, 23 April 2012

pendidikan budaya dan karakter bangsa


RINGKASAN
PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
A.       Pengertian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Undang – Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU sisdiknas ) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU sisdiknas menyebutkan bahwa “ Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradban bangsa untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas menusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Untuk mendapatkan wawasan mengenai arti pendidikan budaya dan karakter bangsa perlu dikemukakan pengertian istilah budaya, karakter bangsa, dan pendidikan. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya.
Pendidikan merupakan upaya terencana dalam mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka memiliki sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan mengembangkan warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.
Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan pendidikan yang telah dikemukakan di atas maka pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif .
Pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat suatu nilai, pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah usaha bersama sekolah; oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru dan pemimpin sekolah, melalui semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
B.       Landasan Pedagogis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya.
Budaya, yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh umat manusia.Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri  ke-Indonesiaannya.
Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas,  “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
Pendidikan adlah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa.Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pendangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.
C.      Fungsi Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Fungsi pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1.    Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik: ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa.
2.    Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermatabat.
3.    Penyaringan: untuk menyaring buday bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
D.      Tujuan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
1.    Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya daan karakter bangsa.
2.    Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
3.    Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab perseta didik sebagai generasi penerus bangsa.
4.    Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
5.    Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

E.       Nilai – nilai dalam Pendidikan  Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai – nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-sumber berikut ini.
1.    Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh kareena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasarkan pada ajaran agama daan kepercayaannya.
2.    Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut pancasila.Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
3.    Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat.
4.    Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia,dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan keempat sumber nilai itu, terindentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.

NILAI
DESKRIPSI
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksamaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sunguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lin dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan rasa kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Minggu, 22 April 2012

Sikap Profesional Keguruan


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003, tentang pendidikan nasional (Undang-undang Sisdiknas), yang mengemukakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan potensi masyarakat, mampu menumbuhkan kemauan serta membangkitkan nafsu generasi bangsa untuk menggali berbagai potensi, dan mengembangkannya secara optimal begi kepentingan pembangunan masyarakat secara utuh dan menyeluruh.
Akhir-akhir ini masalah pendidikan selalu saja menjadi perbincangan yang menarik, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah pendidikan di Indonesia yang semakin hari semakin terpuruk. Masalah pendidikan yang kini sedang dihadapi di Indonesia tidak akan pernah bisa terselesaikan jika tidak adanya peran serta masyarakat, seperti guru dan lembaga pencetak tenaga kependidikan. Guru adalah sebuah profesi yang bisa dikatakan sangat mulia. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya tanpa kenal lelah demi mencapai sebuah tujuan yaitu mencerdaskan semua peserta didiknya. Dapat dibayangkan jika guru tidak menempatkan fungsi sebagaimana mestinya. Bangsa dan negara ini akan akan teringgal dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin lama tidak terbendung lagi perkembangannya.
Dalam dunia pendidikan, peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh karena itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri. Filosofis sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga guru di Indonesia mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka dituntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan knowlegge, values, dan skills, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, guru dianggap sebagai orang tua kedua, setelah orang tua kandung anak didik tersebut dalam proses pendidikan secara global.
Seorang guru harus mengetahui bagaimana dia bersikap yang baik terhadap profesinya, dan bagaimana seharusnya sikap profesi itu dikembangkan sehingga mutu pelayanan setiap anggota kepada masyarakat makin lama makin meningkat. Oleh sebab itu dalam makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai sikap, sasaran penyikapan, dan pengembangan profesional keguruan.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apakah pengertian dari  sikap profesional keguruan ?
1.2.2        Apa sajakah sasaran sikap profesional keguruan?
1.2.3        Bagaimanakah pengembangan sikap profesional keguruan?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.3.1        Untuk mengetahui pengertian dari sikap profesional keguruan.
1.3.2        Untuk mengetahui sasaran penyikapan dari profesional keguruan.
1.3.3        Untuk mengetahui pengembangan sikap profesional keguruan.

1.4  Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
   Manfaat penulisan makalah ini bagi penulis adalah menambah pengetahuan penulis mengenai sikap, sasaran penyikapan, dan pengembangan profesional keguruan sebagai upaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru dan kompetensi yang dimiliki oleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi.



1.4.2 Bagi Pembaca
            Manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca adalah dapat mengetahui sikap, sasaran penyikapan, dan pengembangan profesional keguruan sebagai upaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru dan kompetensi yang dimiliki oleh guru setelah mengikuti pendidikan profesi.








































BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Guru
Menurut definisi yang dikenal sehari-hari, guru merupakan orang yang harus ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau wibawa sehingga perlu untuk ditiru atau diteladani. Mengutip pendapat Laurence D.Hazkew dan Jonathan C. MC Lendon dalam bukunya This is Teaching (halaman 10) Guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam menata dan mengelola kelas. Sedangkan menurut Jean D Grambs dan C Morris Mc Clare dalam Foundation of Teaching , An Introduction to Modern Education (halaman 141) guru adalah mereka yang secara sadar mengarahkan pengalaman dan tingkah laku dari seorang individu hingga dapat terjadi pendidikan. Jadi, guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan. Dalam kaitannya sebagai sebuah profesi, guru adalah profesi yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk menyongsong pembangunan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Guru dengan segala kemampuannya dan daya upayanya mempersiapkan pembelajaran bagi peserta didiknya.

2.2 Hakikat Profesi Guru
            Guru adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian, komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme.
Senada dengan itu, secara implisit, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, bahwa guru adalah : tenaga profesionalyang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (pasal 39 ayat 1).
Menurut Dedi Supriadi (1999), profesi kependidikan dan/atau keguruan dapat disebut sebagai profesi yang sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada apa yang telah dicapai oleh profesi-profesi tua (old profession) seperti: kedokteran, hukum, notaris, farmakologi, dan arsitektur.        
Untuk seorang guru perlu mengetahui dan menerapkan beberapa prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, yaitu:
1.      Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik terhadap mata pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
2.      Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif berpikir serta mencari dan menemukan pengetahuan.
3.      Guru harus dapat membuat urutan dalam pemberian pelajaran dan menyesuaikannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
4.      Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa.
5.      Guru harus dapat menjelaskan unit pembelajaran secara berulang-ulang sehingga tanggapan siswa menjadi jelas.
6.      Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi antara mata pelajaran dan praktik nyata dalam kehdupan sehari-hari.
7.      Guru harus dapat menjaga konsentrasi belajar siswa dengan cara memberi kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati dan menyimpulkan pengetahuan yang didapat.
8.      Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial baik di dalam maupun di luar kelas.
9.      Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta didik agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya.

2.3 Kompetensi Guru

Keprofesionalan guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar (Kariman, 2002). Menurut Charles (1994 dalam Mulyasa, 2007: 25) kompetensi adalah perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Sarimaya (2008: 17) memaknai kompetensi guru sebagai kebulatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang bewujud tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Sedangkan menurut Broke and Stone dalam Mulyasa (2007: 25) kompetensi guru sebagai; descriptive of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningful (kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakekat perilaku guru yang penuh arti).
 Dari pendapat tersebut di atas, maka jelas suatu kompetensi harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan apresiasi. Artinya, tanpa pengetahuan dan sikap tidak mungkin muncul suatu kompetensi tertentu. Sehingga kompetensi guru dapat dianggap kompeten jika memiliki kemampuan, pengetahuan dan sikap yang mampu mendatangkan apresiasi bagi guru.
Pada umumnya di sekolah-sekolah yang memiliki guru  dengan kompetensi professional akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar di mana guru hanya berbicara dan murid mendengarkan.
Suparno (2003: 47-53) menjabarkan tiga kompetensi guru yang harus dimiliki dan selalu dikembangkan oleh guru agar dapat melakukan tugas dan tanggungjawabnya dengan maksimal. Tiga kompetensi tersebut, ialah; a) Kemampuan Kepribadian. b) Kemampuan Bidang Studi. c) Kemampuan dalam Pembelajaran dan Pendidikan.
a.       Kemampuan Kepribadian.
Kemampuan ini lebih menyangkut jati diri guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka dan terus belajar untuk maju. Untuk itu hal hal yang mesti ditekankan kepada guru ialah beriman dan bermoral, aktualisasi diri yang tinggi sebagai bentuk tanggung jawab, berdisiplin serta mau terus mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.
b.       Kemampuan Bidang Studi.
Kemampuan ini memuat pemahaman akan karakteristik dan isi bahan ajar, menguasai konsep, mengenal metodologi ilmu, memahami konteks ilmu yang diajarkan dan kaitanya ilmu tersebut dengan ilmu lain serta dengan masyarakat. Untuk itu guru dituntut untuk: menguasai bahan yang menjadi tugasnya, memahami metode ilmu tersebut bekerja dan memahami konteks ilmu tersebut dengan kondisi kekinian.
c.        Kompetensi dalam Pembelajaran dan Pendidikan.
Kemampuan ini memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembanganya, mengerti konsep pendidikan, menguasai metode pengajaran, serta menguasai evaluasi sehingga mampu meningkatkan kemampuan siswa. Untuk kompeten dalam hal itu, guru mesti mengenal peserta didik, menguasai teori tentang pendidikan dan menguasai bermacam macam model pembelajaran serta teknik evaliasi pembelajaran.

Sedangkan menurut Undang Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa Standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu:
A.    Kompetensi Pribadi
            Berdasarkan kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk Tuhan, ia wajib menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada peserta didik secara benar dan bertanggung jawab. Ia harus memiliki pengetahuan penunjang tentang kondisi fisiologis, psikologis, dan pedagogies dari para peserta didik yang dihadapinya. Beberapa kompetensi pribadi yang semestinya ada pada seorang guru yaitu
a. Mengembangkan Kepribadian‚
1) Bertaqwa kepada Allah SWT
2) Berperan akkif dalam masyarakat
3) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru
b. Berinteraksi dan Berkomunikasi
1) Berinteraksi dengan rekan sejawat demi pengembangan kemampuan profesional
2) Berinteraksi dengan masyarakat sebagai pengemban misi pendidikan
c. Melaksanakan Bimbingan dan Penyuluhan
1) Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar
2) Membimbing murid yang berkelainan dan berbakat khusus
d. Melaksanakan Administrasi Sekolah
1) Mengenal administrasi kegiatan sekolah
2) Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah
e. Melaksanakan penelitian Sederhana Untuk Keperluan Pengajaran‚
1) Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah
2) Melaksanakan penelitian sederhana
.
B.     Kompetensi Sosial
            Berdasarkan kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk etis, ia harus dapat memperlakukan peserta didiknya secara wajar dan bertujuan agar tercapai optimalisasi potensi pada diri masing-masing peserta didik. Ia harus memahami dan menerapkan prinsip belajar humanistik yang beranggapan bahwa keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan yang ada pada diri peserta didik tersebut. Instruktur hanya bertugas melayani mereka sesuai kebutuhan mereka masing-masing.  Kompetensi sosial yang dimiliki seorang guru adalah menyangkut kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik dan lingkungan mereka (seperti orang tua, tetangga dan teman).
C.     Kompetensi Profesional Mengajar
            Berdasarkan peran guru sebagai pengelola proses pembelajaran, harus memiliki kemampuan :
d.      Merencanakan sistem pembelajaran
-          Merumuskan tujuan
-          Memilih prioritas materi yang akan diajarkan
-          Memilih dan menggunakan metode
-          Memilih dan menggunakan sumber belajar yang ada
-          Memilih dang menggunakan media pembelajaran
e.       Melaksanakan system pembelajaran
-          Memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat
-          Menyajikan urutan pembelajaran secara tepat
f.       Mengevaluasi system pembelajaran
-          Memilih dan menyusun jenis evaluasi
-          Melaksanakan kegiatan evaluasi sepanjang proses
-          Mengadministrasikan hasil evaluasi
g.      Mengembangkan system pembelajaran
-          Mengoptimalisasikan potensi peserta didik
-          Meningkatkan wawasan kemampuan diri sendiri
-          Mengembangkan program pembelajaran lebih lanjut
D.    Kompetensi Pedagogik
               Kompetensi pedagogik yaitu berupa kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, tentunya kompetensi ini tidak bisa diperoleh calon guru sebagai tenaga pendidik di perguruan tinggi, yang memberikan ilmu murni. Sehingga jelas sekali akan lebih baik jika guru sebagai pedidik merupakan lulusan dari perguruan tinggi yang merupakan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), karena calon guru dari awal sudah diberikan materi mengenai cara-cara mendidik peserta didik.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi guru professional yang memiliki akuntabilitas dalam melaksanakan keempat kompetensi tersebut, dibutuhkan keinginan yang kuat dari dalam diri calon guru ataupun guru untuk mewujudkannya.

2.4 Profesi Keguruan
Profesi keguruan mempunyai dimensi yang sangat luas dan dalam, mulai dari pemahaman secara mendalam tentang wawasan yang mendasari pergaulan pendidikan antara guru-murid., penguasaan materi ajar sampai kepada pemahaman tentang latar keadaan (setting) di mana atau dalam lingkungan apa tindakan pendidikan itu harus dilakukan. Dengan kata lain seorang guru profesional harus secara tepat menggunakan pertimbangan profesional (professional judgement) dalam bertindak dan menjawab tantangan masalah yang dihadapi dalam tugasnya. Ketepatan ini sangat penting karena situasi pendidikan itu bersifat einmaiig, tidak dapat terulang lagi secara persis, jadi hanya berlangsung sekali saja. Jika respon yang diberikan guru keliru, maka ia akan kehilangan waktu yang sangat berharga dalam proses pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.




BAB III
PEMBAHSAN

3.1 Pengertian Sikap Profesional Keguruan
      Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Bagaimana guru meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat sering menjadi perhatian masyarakat luas. Pada bagian ini yang dibahas adalah khusus perilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan sikap kemampuan dan sikap prefesionalnya akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni sikap profesional keguruan terhadap: (1) Peraturan Perundang-undangan, (2) Organisasi Profesi, (3) Teman Sejawat, (4) Anak Didik, (5) Tempat Kerja, (6) Pemimpin, dan (7) Pekerjaan.

3.2 Sasaran Sikap Profesional
      3.2.1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
      Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGRI, 1973). Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda, dan lain-lain.
      Kebijaksanaan pemerintah biasanya dituangkan ke dalam ketentuan pemerintah yang selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita. Sebagai contoh, peraturan tentang pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan dalam penerimaan siswa baru, penyelenggaraan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), dan lain sebagainya.
      Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut. Dengan demikian, setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah dalam menjalankan tugas pengabdiannya agar tidak mendapat pengaruh negatif dari luar yang ingin memaksakan idenya memalui dunia pendidikan.

      3.2.2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
      Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan betapa besarnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem dan terdapat hubungan timbal balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Pejabat-pejabat dalam organisasi adalah wakil-wakil yang mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Setiap anggota profesi, baik sebagai pengurus ataupun anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
      Dalam dasar keenam Kode Etik ini dengan gamblang dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Untuk meningkatkan mutu profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi dapat juga dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
      Usaha peningkatan dan pengembangan mutu profesi dapat dilakukan secara perseorangan maupun bersama-sama. Secara perseorangan dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan melalui berbagai kursus, sekolah, maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang profesinya. Di samping itu, secara informal guru juga bisa meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari media masa atau dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan. Peningkatan mutu profesi keguruan dapat juga dilakukan secara berkelompok yang dapat berupa penataran, lokakarya, seminar, simposium, atau bahkan kuliah di suatu lembaga yang diatur secara tersendiri. Misalnya, program penyetaraan D-II guru-guru sekolah dasar, dan program penyetaraan D-III guru-guru SMP, adalah contoh-contoh kegiatan berkelompok yang diatur tersendiri.

3.2.3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam Kode Etik Guru ayat 7 disebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial” Ini berarti bahwa: (1)Guru hendaknya mampu menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan  (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukan betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan.Sedangkan hubungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjung tercapaianya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
  1. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Berhasil tidaknya suatu sekolah membawa misinya akan banyak bergantung kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mutlak harus adanya hubungan yang baik dan harmonis di antara sesama personel di sekolah tersebut. Termasuk orang tua murid dan masyarakat sekitar. Sikap profesional yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah bekembang, akan tumbuh rasa senasib sapenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan, 1979). Dalam pergaulan, akan terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan, sikap, watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancar, tenteram, dan harmonis, jika di antara mereka tumbuh sikap saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengan lainnya. Oleh sebab itu, perlu kelapangan hati untuk memaafkan dan memupuk suasana kekeluargaan yang akrab antara sesama guru dan aparatur di sekolah.

  1. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan  Keseluruhan
Kita ambil contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah dokter yang diucapkan pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang menyatakan bahwa setiap dokter akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai saudara kandung dimana wajib membantu dalam kesukaran, saling mendorong kemajuan dalam bidang profesinya, dan saling menghormati  hasil-hasil karyanya dan saling memberitahukan penemuan-penemuan baru untuk meningkatkan profilnya. Sebagai saudara, berkewajiban saling mengoreksi dan saling menegur, jika terhadap kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan profinya. Meskipun dalam praktiknya besar kemungkinan tidak semua anggota profesi dokter itu melaksanakan apa yang di ucapkan dalam sumpahnya, tetapi setidak-tidaknya sudah ada norma-norma yang mengatur dan mengawasi penampilan profesi itu. Dalam hal ini kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagi kita masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi kedokteran. Uraian ini dimasudkan sebagian perbandingan untuk dijadikan bahan dalam meningkatkan hubungan guru sebagai anggota profesi keguruan dalam hubungan keseluruhan.  

3.2.4. Sikap Terhadap Anak Didik
Sangat jelas dijelaskan dalam Kode Etik Guru Indonesia bahwa “Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Tujuan pendidikan Nasional yang tercantum dalam UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip lainnya adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar atau mendidik saja. Pengertian membimbing yang diungkapakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat yang terkenal dari system ini yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Kalimat-kalimat tersebut memiliki arti bahwa pendidikan harus memberikan contoh, memberikan pengaruh dan dan harus dapat mengendalikan peserta didik.
Tut wuri mengandung arti membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik,dalam arti membimbing atau mengajarinya. Dengan ini, membimbing berarti bersikap menentukan ke arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik apalagi menuruti kehendak pendidik. Sekarang motto tut wuri handayani merupakan motto dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Prinsip manusia seutuhnya memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi memiliki moral yang tinggi juga. Seorang guru dalam mendidik anak didik hendaknya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perekembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lain sesuai dengan hakikat pendidikan.

3.2.5. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Untuk menciptakan suasana kerja yang baik, ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu (a) guru itu sendiri, (b) hubungan guru dengan orang tua murid dan masyarakat sekitar. Terhadap guru itu sendiri sudah dituliskan dalam salah satu Kode Etik yang berbunyi : “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”. Oleh sebab  itu, guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan  metode mengajar yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan. Suasana yang harmonis di sekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat di dalamnya, tidak menjalin hubungan yang baik di antara sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus di lengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa  tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, di mana peserta didik berada di sekolah dan diawasi oleh guru-guru. Sebagian besar waktu justru digunakan peserta didik di rumah dan di masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, amatlah beralasan orang tua dan masyarakat bertanggung jawab  terhadap pendidikan mereka. Agar pendidikan di luar ini terjalani dengan baik dengan apa yang di lakukan oleh guru di sekolah di perlukan kerja sama yang baik antara guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.
Dalam menjalani kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil prakarsa, misalnya dengan cara mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam membantu meringankan permasalahan sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah. Keharusan guru membina hubungan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan isi dari butir ke lima kode etik guru Indonesia
3.2.6. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar (Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan), guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan  mulai dari pengurus cabang, daerah sampai ke pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijakan dan arahan dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut diberikan berupa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan kepada mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama demi kemajuan organisasi. Dapat disimpulkan bahwa setiap guru harus bersikap positif terhapap pemimpin dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
                                                                                                                     
      3.2.7. Sikap Terhadap Pekerjaan
      Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami memiliki persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila menghadapi peserta didik yang masih kecil. Bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi keguruan, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu. Guru harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang membutuhkannya. Guru selalu dituntut secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan mutu layanannya agar dapat memberikan layanan yang memuaskan layanan masyarakat, dimana keinginan dan permintaan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

3.3 Pengembangan Sikap Profesional
         Seperti telah diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu layanan, guru juga harus meningkatkan sikap profesionalnya. Pengembangan sikap professional ini dapat dilakukan, baik semasih dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).

3.3.1 Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
         Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannnya nanti. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan.

3.3.2 Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
         Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebutkan, peningkatan ini dapat dilakukan secara formal melalui kegiatan mengikuti seminar, penataran, lokakarya, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal, dapat melalui media masa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus juga dapat meningkatkan sikap professional keguruan.
3.4  tugas guru
Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi :
A.    Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
B.     Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.
C.     Tugas guru dalam bidang masyarakat merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.
Ada tujuh komponen yang harus dimiliki seorang guru dalam menjalankan tugasnya sebagai guru yang profesional, yaitu :
a.              Guru sebagai sumber belajar; Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru yang profesional manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswanya. Guru harus mampu menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa lainnya.Guru harus mampu melalukan pemetaan materi pelajaran, misalnya dengan menentukan materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, dan mana materi yang diingat kembali karena pernah di bahas.
b.             Guru sebagai fasilitator; Sebagai fasilitator guru guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator, ada beberapa hal yang harus dipahami guru. Pertama, guru perlu memahami bebagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut. Pemahaman terhadap media penting, belum tentu suatu media cocok digunakan untuk mengajarkan semua bahan pelajaran. Kedua, guru perlu mempunyai ketrampilan dalam merancang suatu media. Kemampuan merancang media merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional. Dengan merancang media yang cocok akan memudahkan proses pembelajaran, yang pada gilirannya tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal. Ketiga, guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan teknologi informasi. Perkembangan tehnolgi informasi menuntut setiap guru untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi mutakhir. Melalui teknologi informasi memungkinkan setiap guru bisa menggunakan berbagai pilihan media yang dianggap cocok. Keempat, sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
c.              Guru Sebagai pengelola; Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai menager guru memiliki empat fungsi umum. Pertama, merencanakan tujuan belajar. Fungsi perencanaan merupakan fungsi yang sangat penting bagi seorang manajer. Kegiatan dalam melaksanakan fungsi perencanaan diantaranya memperkirakan tuntutan dan kebutuhan, menentukan tujuan, menulis silabus, menentukan topik yang akan dipelajari, mengalokasikan waktu, serta menentukan sumber yang diperlukan. Melalui fungsi ini guru berusaha menjembatani jurang dimana murid berada dan kemana mereka harus pergi. Keputusan semacam ini menuntut kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif. Kedua, mengorganisasikan berbagai sumber belajar untuk mewujudkan tujuan belajar. Fungsi pengorganisasian melibatkan penciptaan secara sengaja suatu lingkungan pembelajaran yang kondusif serta melakukan pendelegasian tanggung jawab dalam rangka mewujutkan tujuan program pembelajaran yang telah direncanakan. Ketiga memimpin yang meliputi memotivasi, mendorong, dan menstimulasi siswa. Fungsi memimpin adalah fungsi yang bersifat pribadi yang melibatkan gaya tertentu. Tugas memimpin adalah berhubungan dengan membimbing, mendorong, dan mengawasi siswa sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Keempat mengawasi segala sesuatu apakah sudah berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaiaan tujuan. Fungsi mengawasi bertujuan untuk mengusahakan peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan rencana yang telah disusun. Dalam batas-batas tertentu fungsi pengawasan melibatkan pengambilan pengawasan yang terstruktur, walaupun proses tersebut sangat kompleks.
d.             Guru sebagai demonstrator; Peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat terpuji dalam setiap aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat diteladani siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.
e.              Guru sebagai pembimbing; Seorang guru dan siswa seperti halnya petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat tumbuh dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanamannya itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama dan penyakit yang bisa menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat,  hingga tanaman menghasilkan buah. Demikian juga halnya seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi " ini" atau jadi " itu". Siswa akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru dapat berperan sebagai pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama, guru harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang gaya dan kebiasaa belajarnya, memahami potensi dan bakatnya. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran. Proses bimbingan akan dapat dilakukan dengan baik, manakala sebelumnya guru merencanakan hendak dibawa kemana siswanya, apa yang harus dilakukan, dan lain sebagainya.
f.              Guru sebagai motivator; Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut : (1) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai, (2) membangkitkan minat siswa, (3) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, (4) Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa, (5) Memberikan penilaian yang positif, (6) Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan (7) menciptakan persaingan dan kerjasama.
g.             Guru sebagai evaluator; Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran. Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remedial. Sering guru beranggapan bahwa evaluasi sama dengan melakukan "tes", artinya guru telah melakukan evaluasi manakala ia telah melakukan tes. Hal ini tentu kurang tepat, sebab evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau makna tertentu pada sesuatu yang dievaluasi. Dengan demikian tes hanya salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menentukan makna tersebut. Kelemahan yang sering terjadi dengan pelaksanaan eveluasi selama ini adalah guru dalam menentukan keberhasilan siswa terbatas hanya pada hasil tes yang dilakukan secara tertulis. Akibatnya sasaran pembelajaran hanya terbatas pada kemampuan siswa untuk mengisi soal-soal yang biasa keluar dalam tes. Oleh karena itu evaluasi semestinya juga dilakukan terhadap proses pembelajaran. Hal ini sangat penting sebab evaluasi terhadap proses pembelajaran pada dasarnya evaluasi terhadap keterampilan intelektual secara nyata














BAB III
PENUTUP
3.1              Simpulan
Dari pemaparan tentang sikap, sasaran penyikapan, dan pengembangan profesional keguruan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.       Sikap profesional keguruan adalah pola tingkah laku yang berhubungan dengan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya sesuai dengan sasaran penyikapan profesional.
2.      Sasaran penyikapan profesional keguruan, yakni sikap profesional keguruan terhadap peraturan perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, anak didik, tempat kerja, pemimpin, dan pekerjaan.
3.      Pengembangan sikap profesional dapat dilakukan baik semasih dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).


3.2              Saran
3.2.1        Sebagai profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus-menerus agar selanjutnya guru tetap menjadi panutan bagi masyarakat luas.
3.2.2        Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimuktahirkan. Dalam bersikap hendaknya guru selalu mengadakan pembaharuan sesuai dengan tuntutan tugasnya.








DAFTAR PUSTAKA


Departemen Penerangan Republik Indonesia. 1974. Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Jakarta: Departemen Penerangan Republik Indonesia
Hermawan S, R. 1979. Etika Keguruan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta : PT. Margi Wahyu.
Jean D Grambs dan C Morris Mc Clare dalam Foundation of Teaching , An Introduction to Modern Education (halaman 141).
Laurence D.Hazkew dan Jonathan C. MC Lendon dalam This is Teaching (halaman 10).
Ornstein, Allan C., dan Levine, Daniel U., 1984. An Introduction to the Foundations of Education. Third Edition. Boston : Houghton Mifflin Company.
PGRI. 1973. Buku Kenang-kenangan Konggres PGRI XIII 21 s.d 25 November 1973 dan Hut PGRI XXIII. Jakarta: PGRI.
Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta : Bumi Aksara.
Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M.Sc. 2000. Profesi Keguruan. Jakarta:Rineka Cipta.
Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pelaksanaannya). 1991 Jakarta : Sinar Grafika.